Monthly Archives: September 2016

KETERHUBUNGAN KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang pernah ada di Nusantara ternyata saling berhubungan, baik dari segi keturunanh atau genealogis, perkawinan, penurunan kekuasaan atau suksesi, ataupun secara politik yaitu melalui perang yang berujung keruntuhan suatu kerajaan. Keterhubungan kerajaan-kerajaan tersebut akan dikaji dari paling awal hingga akhir sebagai berikut :

 

  1. Kerajaan Mataram Kuno dan Kerajaan Medang Kemulan :

 

Di tahun 927, Raja Wawa wafat dan digantikan oleh menantunya, Mpu Sindok. Pada saat itu, Kerajaan Mataram Kuno dalam keadaan terdesak oleh serangan Kerajaan Sriwijaya yang dipimpim oleh Balaputradewa. Serangan tersebut menyebabkan wilayah Mataram Kuno semakin terdesak ke timur. Selain itu, terjadi letusan gunung berapi sehingga Jawa Tengah sudah tidak layak ditempati lagi. Oleh karena itu, Mpu Sindok kemudian memindahkan pusat pemerintahan Mataram Kuno dari Medang, Jawa Tengah ke Daha, Jawa Timur. Menurut kepercayaan kosmologis pada jaman itu, ketika terjadi peristiwa letusan gunung berapi (menyerupai kiamat) maka Kerajaan tersebut harus didirikan dinasti baru sehingga Mpu Sindok pun mendirikan dinasti baru bernama Isyana pada tahun 929 dengan didirikannya Istana di Tamwlang lalu menjadikan Watugaluh sebagai pusat kerajaan. Dengan itu, ia juga mengubah nama kerajaan menjadi Medang Kamulan. Melalui peristiwa ini, Kerajaan Mataram Kuno (Medang periode Jawa Tengah) berakhir dan dilanjutkan oleh Medang Kemulan (Medang periode Jawa Timur). Kenyataan bahwa Medang Kamulan berasal dari Mataram Kuno ditegaskan dalam prasasti-prasasti Mpu Sindok yang menyebut bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram (Kerajaan Mataram Kuno).

 

  1. Kerajaan Medang Kamulan dan Kerajaan Bali :

 

Raja Medang Kemulan, Mpu Sindok memiliki anak perempuan bernama Sri Isyanatunggawijaya yang menikah dengan Sri Lokapala. Keduanya memiliki putra bernama Makutawangsawardana yang kemudian menggantikan ibunya memerintah Medang. Makutawangsawardana memiliki putri bernama Mahendradata (Gunapriyadarmapadni) yang menikah dengan pangeran Undayana dari Kerajaan Bali yang kemudian menjadi Raja Kerajaan Bali. Keduanya memiliki tiga orang putra, yaitu : Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Marakata menjadi Raja Kerajaan Bali. Namun tidak lama setelah itu, Marakata wafat dan digantikan adiknya, Anak Wungsu yang kemudian membawa Kerajaan Bali pada puncak kejayaan. Sedangkan, Airlangga menikah dengan putri dari Dharmawangsa, Raja Medang Kamulan setelah Makutawangsawardana (paman Airlangga). Ketika pernikahannya, terjadi peristiwa serangan dari Kerajaan Wurawari yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan. Melalui peristiwa itu, Dharmawangsa wafat dan hanya Airlangga bersama pengikut setianya, Narottama yang berhasil meloloskan diri ke hutan Wonogiri.

 

 

  1. Kerajaan Medang Kamulan dan Kerajaan Kediri :

 

Airlangga menempuh dua tahun di hutan menjadi seorang pertapa. Namun dikarenakan desakan rakyat maka Airlangga pun dinobatkan sebagai Raja untuk meneruskan kembali tradisi Dinasti Isyana dan Kerajaan Medang Kemulan. Menurut Calon Arang, Airlangga berhasil mengalahkan Kerajaan Wurawari, Wengker, dan Raja putri bernama Rangda Indirah  dan membawa Medang Kemulan kepada kesejahteraan. Setelah kondisi Medang Kemulan kembali stabil, Airlangga memutuskan untuk menjadi pedeta. Namun, Putri mahkota Airlangga, Sanggramawijaya Tunggadewi menolak menjadi raja dan memilih menjadi seorang pertapa bergelar Ratu Giri Putri. Ini mengakibatkan kedua putra Airlangga yang lahir dari selir  memperebutkan takhta kerajaan. Oleh Karena itu, Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajaannya kepada kedua putranya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru pada tahun 1041. Kerajaan barat disebut Kerajaan Kediri (Panjalu) berpusat di kota baru, Daha dan diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan Timur disebut Kerajaan Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.

 

  1. Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari :

 

Pada masa pemerintah Kertajaya, kestabilan kerajaan Kediri menurun. Ia dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana. Hal ini ditandai dengan kebijakannya yang melanggar adat yang mempunyai maksud untuk mengurangi hak-hak kaum Brahmana seperti memaksa kaum Brahmana untuk menyembahnya sebagai Dewa. Ini menyebabkan kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri semakin tidak aman. Keadaan ini memaksa kaum Brahmana untuk meminta perlindungan dari Kerajaan Tumapel yang saat itu dipimpin oleh Ken Arok. Saat itu, Ken Arok juga berkeinginan memerdekan Tumapel yang berada di bawah Kediri. Pada tahun 1222, pecahlah pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok  di dekat Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan Ken Arok berhasil mengalahkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kediri dan Kediri sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari. Runtuhnya kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.

 

Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya sebagai Raja Kediri, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Pada tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri sedangkan Kerajaan Singosari runtuh.

 

  1. Kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit :

 

Pada saat serangan Jayakatwang melawan Kertanegara, Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Kertanegara berhasil meloloskan diri dari tentara Kediri. Sampai di desa Kudadu, mereka mendapat bantuan dari kepala desa Kudadu dan lari ke Madura untuk meminta perlindungan dari Bupati Arya Wiraraja. Atas bantuan dari Arya Wiraraja itu, Raden Wijaya diampuni dan dipercaya oleh Jayakatwang. Raden Wijaya disarankan untuk meminta daerah di Hutan Tarik. Daerah itu kemudian dibangun menjadi sebuah perkampungan dan digunakan Raden Wijaya untuk mempersiapkan diri dan menyusun kekuatan untuk sewaktu-waktu menyerang Kediri. Pada tahun 1293, datang pasukan Khubilai Khan ke Jawa untuk membalas Kertanegara yang telah melukai utusan Cina. Cina yang tidak mengetahui Kertanegara telah wafat, dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menggempur Jayakatwang dan mengalahkannya. Dengan peristiwa ini, Kerajaan Kediri yang baru dibangun selama 1 tahun kembali runtuh. Setelah itu, Raden Wijaya membangun Kerajaan Majapahit.

 

  1. Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit :

 

Setelah berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya menikah dengan keempat putri dari Kertanegara, Raja Singasari terakhir sebelum runtuh yaitu : Dyah Dewi Tri Buwaneswari (permaisuri), Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Dyah Dewi Gayatri. Perkawinan ini berlatar belakang politis yakni agar tidak terjadi perebutan kekuasaan dalam keluarga Kertanegara. Sehingga dapat disimpulkan, walaupun Kerajaan Singasari telah runtuh, keturunannya masih tetap bertahan bahkan Gayatri melahirkan Hayam Wuruk yang membawa Kerajaan Majapahit kepada puncak kejayaan.

 

  1. Kerajaan Bali dan Kerajaan Majapahit :

 

Mahapatih dari Majapahit pada tahun 1331, Gajah Mada mengucapkan sumpah terkenal yaitu Sumpah Palapa yang isinya untuk mempersatukan seluruh nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Gajah Mada tetap menjabat sebagai Mahapatih di masa pemerintah Hayam Wuruk dan berhasil menaklukkan hampir seluruh Kepulauan Nusantara kecuali Bali. Saat itu, Kerajaan Bali memiliki Patih yang hebat pula bernama Kebo Iwa. Pada tahun 1343, Gajah Mada melancarkan ekspedisi ke Kerajaan Bali dan melalui siasat yaitu membujuk Kebo Iwa untuk datang ke Majapahit lalu membunuh Kebo Iwa sesampai di Majapahit. Setelah itu, Gajah Mada berpura-pura menyerah dan meminta perundingan di Bali. Namun sesampai di Bali, Gajah Mada menangkap Raja Bali yaitu Gajah Waktra sehingga pada akhirnya Kerajaan Bali runtuh dan dikuasai oleh Majapahit.

 

Pada saat keruntuhan Majapahit akibat berbagai sebab seperti kematian Gajah Mada yang disusul kematian Hayam Wuruk, Perang Paregreg, dan perkembangan Islam, banyak rakyat Majapahit melarikan diri dan menetap di wilayah bekas Kerajaan Bali yang telah menjadi bagian dari Majapahit. Inilah sebabnya hingga sekarang masih banyak orang Hindu yang tinggal di Bali namun tidak sebanyak di kepulauan Indonesia lainnya.